KABARSINJAI – Dua dari tiga tersangka kasus dugaan korupsi terkait rehabilitasi pembangunan Irigasi Appareng Tahun 2020 di Kelurahan Sangiaseri, Kecamatan Sinjai Selatan, resmi ditahan pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Sinjai.
Kedua tersangka tersebut adalah SHW (57), pelaksana teknis, dan AA (61), mantan Kepala Bidang Sumber Daya Air (SDA) Dinas PU dan Tata Ruang (PUTR) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) ditahan usai menjalani pemeriksaan lanjutan di Kejari Sinjai, Kamis (30/1/2025).
Mereka langsung dibawa ke Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Sinjai sekira pukul 23:00 WITA, setelah Kejari Sinjai mendapatkan minimal dua alat bukti yang sah sesuai Pasal 184 ayat (1) KUHAP.
“Hasil perhitungan kerugian keuangan negara oleh Inspektorat Daerah Sinjai menunjukkan bahwa proyek rehabilitasi Irigasi Appareng menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 1,785 miliar,” ujar Kepala Kejaksaan Negeri Sinjai, Dr. Zulkarnaen
Zulkarnaen juga menyebutkan bahwa masih terdapat satu tersangka berinisial HD, selaku direktur perusahaan, belum hadir untuk memenuhi panggilan dari Kejaksaan Negeri Sinjai.
Hal itu dinilai, pihak Kejari Sinjai dapat melakukan tindakan jemput paksa setelah pemanggilan selanjutnya yang bersangkutan (HD), kembali mangkir dari pemeriksaan lanjutan.
“Kami telah melayangkan panggilan terakhir untuk hadir dalam pemeriksaan minggu depan. Jika tidak hadir, kami akan melakukan penjemputan paksa,” ungkapnya.
Kasus korupsi Rehabilitasi Irigasi Appareng dimulai ketika Dinas PUTR Sulsel, menganggarkan proyek tersebut di APBD Provinsi dengan nilai pagu sebesar Rp 7,5 miliar.
Proyek ini dimenangkan oleh PT. PUG dengan nilai kontrak Rp 4,35 miliar termasuk pajak, dengan masa pelaksanaan selama 140 hari kalender sejak tanggal 6 Agustus 2020 hingga 23 Desember 2020. Kontrak tersebut kemudian diamandemen pada 17 September 2020.
Dalam proses penyelidikan dan penyidikan yang dipimpin oleh Kasi Pidsus Sinjai, Kaspul Zen Tommy Aprianto, ditemukan penyimpangan dalam penggunaan material, kualitas pekerjaan, serta pembayaran atau pencairan dana yang tidak sesuai penerimaan pekerjaan. Perhitungan kerugian negara oleh Inspektorat Sinjai menunjukkan kerugian sebesar Rp 1,785 miliar.
“Kami menemukan ketidaksesuaian antara pekerjaan dan hasil pemeriksaan di lapangan, penyalahgunaan keterlambatan waktu kontrak, serta indikasi pencairan dana yang tidak sah dan kesalahan dalam proses serah terima pekerjaan,” jelas Dr. Zulkarnaen.
Para tersangka disangkakan dengan Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 Ayat (1) Kitab UU Hukum Pidana. Subsidiair Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999.
“Ancaman hukumannya adalah minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun penjara,” kuncinya. (*)