KABARSINJAI – Harga pangan, khususnya beras mempengaruhi laju inflasi nasional. Laju Inflasi pada Februari 2024 mengalami sedikit peningkatan dibandingkan dengan Januari, yakni pada level 2,75 persen dari sebelumnya 2,57 persen.
Berdasarkan komponennya, inflasi pangan bergejolak (volatile food) mencapai 8,47 persen (year-on-year/yoy).
Beras sebagai komoditas dengan bobot inflasi terbesar dalam kelompok makanan, mengalami kenaikan harga secara gradual sejak 2023.
“Kenaikan harga tersebut salah satunya dipengaruhi oleh produksi yang rendah sebagai dampak iklim/cuaca yang berpengaruh pada siklus tanam dan panen. Puncak panen diperkirakan baru akan terjadi pada April mendatang,” ucap Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu, Jumat (1/3).
Selain beras, pemerintah mencatat beberapa pangan yang juga mengalami kenaikan harga, antara lain cabai merah, telur ayam ras, daging ayam ras, dan kentang.
Menimbang hal itu, pemerintah berkomitmen untuk menjaga ketersediaan pasokan. Apalagi menjelang Ramadan dan IdulFitri 1445 H.
Febrio menjelaskan beberapa kebijakan yang ditempuh sebagai langkah stabilisasi harga beras, antara lain melalui operasi pasar dan pasar murah, dukungan subsidi pupuk, percepatan penyaluran beras Stabilisasi Pasokan Harga Pangan (SPHP), percepatan impor, dan pembatasan pembelian retail untuk mengantisipasi panic buying.
“Inflasi volatile food diharapkan dapat kembali menurun hingga di bawah 5 persen untuk mendukung pencapaian sasaran Pemerintah tahun 2024,” ujar Febrio.
Di sisi lain, inflasi inti yang menjadi komponen terbesar inflasi masih stabil di angka 1,68 persen (yoy) sementara inflasi harga diatur pemerintah (administered price) menurun tipis menjadi 1,67 persen (yoy), dari 1,74 persen (yoy) pada Januari 2024.
“Pergerakan inflasi harga diatur pemerintah perlu diwaspadai seiring risiko kenaikan tarif transportasi pada bulan depan di masa mudik Lebaran,” ucap Febrio.(antara/jpnn)