KABARSINJAI.COM, Sinjai, – Surat Keputusan (SK) yang dikantongi Suratman sebagai Direktur PDAM Sinjai periode kedua dinilai tidak sah atau cacat prosedur, terus menuai polemik.
Hal tersebut memantik respon dari Ketua Forum Masyarakat Sinjai Bersatu (FORMAS), Sirajuddin untuk angkat bicara.
Dalam keterangannya kepada media, Sirajuddin mengungkapkan bahwa dalam Permendagri Nomor 1 tahun 2018 pasal 9 ayat 1 huruf e, tentang perubahan atas Permendagri Nomor 74 tahun 2016, dengan jelas menerangkan tugas dan wewenang Pejabat Sementara (PJs).
Dimana katanya, PJs dalam melakukan pengisian pejabat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri.
“Tahun lalu kami pernah menyampaikan hal ini ke DPRD terkait hal ini, kami menegaskan bahwa pengangkatan pak Suratman memang cacat hukum, melanggar Permendagri Nomor 1 tahun 2018,” bebernya. Senin, (31/05/2021)
BACA JUGA: Kapolri Izinkan Kompetisi Liga 1 dan Liga 2 Digulirkan Tahun ini
Hanya saja, Andi Fajar Yanwar yang saat itu menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Sinjai, tidak mendapat persetujuan dari Mendagri. Sehingga menurut Sirajuddin, pengangkatan Suratman tidak sah atau cacat hukum.
Selain itu, dalam Permendagri nomor 2 tahun 2007 pasal 12 ayat 4, dimana besaran gaji ditetapkan oleh Kepala Daerah setelah memperhatikan pendapat Dewan Pengawas PDAM dan kemampuan keuangan PDAM.
Akan tetapi, aturan itu tidak dijalankan oleh Suratman melainkan besaran gajinya sebagai Direktur PDAM ditentukan oleh dirinya sendiri melalui keputusan direktur.
“Lagi-lagi dia melanggar aturan, harusnya Kepala Daerah yang menentukan besaran gajinya tapi ternyata Suratman sendiri yang menentukan sendiri gajinya,” tegasnya.
BACA JUGA: Selama Musim Tanam, DTPHP Jamin Stok Pupuk di Sinjai Aman
Kemudian lanjutnya, adanya dugaan pungutan liar dalam pemasangan Sambungan Rumah (SR) untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) sebesar Rp630 ribu saat Suratman menjabat sebagai Direktur.
Padahal SR bagi MBR tidak dipungut biaya sepeser pun karena tarifnya sudah ditanggung oleh pemerintah melalui dana hibah.
BACA JUGA: Kronologi Lengkap Tabrak Lari di Sinjai yang Meregang 3 Nyawa
“Jadi kalau Rp630 ribu per SR dikali 1000 SR per tahun maka sekitar Rp630 juta anggaran yang dipungut secara liar. Sementara hibah tiga tahun berturut-turut, jadi sekitar Rp1,8 miliar pungutan tidak jelas,” tambahnya.
Oleh karena itu, harusnya sudah cukup bagi Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera memproses karena apa yang diuraikan di atas juga telah tertuang di dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Inspektorat sebagaimana yang disampaikan Inspektur Inspektorat di beberapa tempat, baik saat jumpa pers maupun dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Sinjai. (Tim)
