Pakai Pukat Harimau, 3 Nelayan Asal Bone Ditangkap di Sinjai, Terancam 5 Tahun Penjara

KABARSINJAI – Satuan Polairud Polres Sinjai berhasil mengungkap kasus penggunaan jaring trawl atau pukat harimau dalam aktivitas menangkap ikan. Sebanyak tiga nelayan berhasil diamankan.

Mereka diamankan di Taka Tohia dan Taka Masenge, Pesisir Pulau Batanglampe, Kecamatan Pulau Sembilan, Kabupaten Sinjai, pada Rabu (13/9) sekitar pukul 09.30 wita.

Hal itu diungkapkan Kapolres Sinjai, AKBP Fery Nur Abdullah pada press releasenya di Mako Polairud Polres Sinjai, Kamis (14/9) siang.

Tiga nelayan yang diamankan tersebut masing-masing berinisial MA (52 tahun), TG (55 tahun), dan RM (27 tahun). Ketiganya merupakan nakhoda kapal dan semuanya berasal dari Laggoppo, Desa Massangkae, Kabupaten Bone.

BACA JUGA: Dispusip Sinjai Peringati Hari Kunjung Perpustakaan dengan Cara Unik, Lihat!

Selain mengamankan tiga nelayan, juga mengamankan barang buktinya berupa 3 unit kapal nelayan beserta alat tangkap dan hasil tangkapan dibawa dan diamankan di Mako Sat Polairud untuk diproses lebih lanjut.

Fery menjelaskan bahwa penangkapan terjadi ketika Sat Polairud melaksanakan giat rutin patroli perairan dipimpin Kasat Polair AKP Jamaluddin.

Saat Patroli, petugas menemukan langsung tiga unit kapal nelayan yang sedang melakukan penangkapan ikan memakai jaring yang dilarang, yakni jaring trawl dan aktifitasnya ini dilakukan di Taka Tohia dan Taka Masenge pesisir Pulau Batanglampe, Kecamatan Pulau Sembilan.

Menurut Fery, pengguna jaring trawl dalam menangkap ikan dapat merusak terumbu karang. Penggunaan mata jaring yang kecil juga menyebabkan tertangkapnya berbagai jenis biota yang masih kecil.

“Kami amankan tiga perahu nelayan berikut nahkoda kapal yang gunakan alat tangkap jaring trawl, hal ini meresahkan para nelayan kecil, para nelayan ini ditangkap karena menggunakan jaring trawl untuk menangkap ikan,” jelasnya.

BACA JUGA: Kapolres Sinjai Pimpin Upacara Pengangkatan Kabag SDM yang Baru

Ke tiga nelayan ini melanggar Pasal 85 Undang-undang (UU) Nomor 45 Tahun 2009, yaitu terkait alat tangkapan ikan yang dilarang, perubahan dari UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, dengan Pidana Penjara maksimal 5 tahun dan denda paling banyak Rp. 2 Miliar. (Tim)