KABARSINJAI.COM, – Ada dua hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bersinggungan dengan masalah ini:
Pertama, hadis dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadits yang shahih,
مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لاَ يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Siapa saja yang mempelajari satu ilmu dari ilmu-ilmu yang harus dipelajari karena Allah ‘azza wajalla (seperti ilmu syar’i, pent.), tetapi dia tidak mempelajari ilmu itu kecuali hanya untuk memperoleh keuntungan duniawi, maka dia tidak akan bisa mencium bau surga pada hari kiamat.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)
BACA JUGA: Operasi Bina Waspada Lipu 2021 Dimulai, Polisi Edukasi Pedagang Pasar Sentral
Kedua, hadis dari sahabat Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma.
Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda,
إنَّ أحقَّ ما أخذتُم عليه أجرًا كتابُ اللهِ
“Sesungguhnya upah yang paling berhak Anda dapatkan adalah upah dari mengajarkan Al-Qur’an.” (HR. Az-Zarqani, dinilai shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Al-Jami’)
Syaikh Abdul Karim Al-Khudoir (ulama senior Saudi Arabia) hafizhahullah menerangkan makna hadis ini,
فإذا جاز هذا في القرآن ففي غيره من باب أولى.
“Jika mengambil upah dari mengajar Al Qur’an dibolehkan, maka mengambil upah dari mengajar ilmu yang lain, itu lebih dibolehkan.”
Dua hadis di atas tampak berbeda, karena yang satu tampak melarang mendapatkan upah dari mengajar ilmu agama atau berdakwah. Sedangkan hadis yang satunya tampak membolehkan. Bagaimana cara memahami kedua hadis ini?
BACA JUGA: Berhasil Pertahankan Disertasinya, Ketua Prodi PAI IAIM Sinjai Sandang Doktor Pendidikan
Selama bisa dikompromikan (al-jam’u), maka itulah solusi pertama dalam memahami hadits-hadits atau dalil yang tampak bertentangan. Karena medote mengkompromikan (al-jam’u) hadis-hadis, sebagaimana dijelaskan oleh para ulama, adalah metode pertama yang harus ditempuh ketika mendapati hadis yang tampak bertentangan. Disebutkan di dalam kaidah,
الجمع أولى من الترجيح
“Mengkompromikan dalil itu lebih utama daripada memilih salah satunya.”
Cara mengkompromikan kedua hadis tersebut adalah:
Hadis yang menerangkan larangan (dari riwayat Abu Hurairah), berlaku pada dai yang menjadikan uang atau imbalan duniawi sebagai niat utama. Adapun hadis yang membolehkan mengambil upah (dari riwayat Abdullah bin Abbas) berlaku pada dai yang tidak menjadikan dunia (upah) sebagai niat utama. Niat pokoknya tetap karena berharap pahala atau surga Allah Ta’ala, namun ia tetap diberi upah.
Kesimpulan ini sebagaimana keterangan dari Al-Mubarokfuri rahimahullah di dalam Syarah Mirqotul Mafatih saat menerangkan hadis Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu di atas. Beliau rahimahullah mengatakan,
أي لا يتعلمه لغرض من الأغراض إلا ليصيب به شيئا من متمتعات الدنيا، وفيه دلالة على أن الوعيد المذكور لمن لا يقصد بالعلم إلا الدنيا، وأما من طلب بعلمه رضا المولى ومع ذلك له ميل ما إلى عرض الدنيا فخارج عن هذا الوعيد، فابتغاء وجه الله يأبى إلا أن يكون متبوعا ويكون العرض تابعا.
“Tidak akan bisa mencium bau surga pada hari kiamat“, maksudnya untuk orang-orang yang belajar agama hanya untuk mencari kenikmatan dunia. Hadis ini menunjukkan bahwa ancaman tersebut berlaku pada orang yang tidak menjadikan tujuan ilmunya kecuali fasilitas duniawi saja. Adapun seorang yang mencari ilmu untuk mendapatkan ridha Allah, namun disertai niat mencari dunia, orang seperti ini tidak terkena ancaman pada hadis tersebut. Sehingga mencari ridha Allah adalah niat utama dan mencari dunia (hanya) sebagai niat pengikut.” (Mirqotul Mafaatih Syarah Miftah Al Mashobih, 1: 326)