KABARSINJAI.COM, Sinjai, – Semerawutnya urusan yang menyangkut migas di kabupaten sinjai membuat Lembaga Bantuan Hukum Sinjai Bersatu (LBH SB) akan turun tangan mengadvokasi sekaligus melakukan langkah dan upaya hukum terkait permasalahan tersebut.
Pasalnya, permasalahanini dinilai sudah kesekian kalinya, apalagi ini menyangkut hajat hidup orang banyak, dan disinyalir faktor utama adalah ketidakbecusan pola management dari internal Pertamina itu sendiri.
Rahmatullah, Dewan pembina LBH SB, mengatakan seringnya terjadi kelangkaan LPG di Kabupaten Sinjai disinyalir kuat adanya pola distribusi yang tidak tepat sasaran, sebagaimana juknis dari pertamina itu sendiri.
“Domain distribusi yang menjadi pemegang kendali adalah pertamina itu sendiri, jadi jelas siapa yang paling bertanggung jawab”, Kata alumni fakultas hukum UMI itu, melalui rilisnya, Selasa (22/9/2020)
BACA JUGA: Nakes Berbagi Insentif Covid-19, Direktur RSUD Sinjai Ternyata Baru Tahu Setelah ‘Ribut’
Lebih lanjut, pengurus KNPI Sinjai bidang Advokasi, Hukum dan HAM tersebut menjelaskan, penyaluran LPG dengan tabung ukuran 3 kg berwarna hijau merupakan barang bersubsidi yang pembiayaannya dibebankan kepada APBN. Di karenakan produk bersubsidi, maka penyaluran, penggunaan dan pengawasannya merupakan tanggung jawab bersama.
Sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM No.26 Tahun 2009 tentang penyaluran dan pendistribusian LPG, bahwa fungsi pengawasan selain Pemerintah tentu yang paling utama dari pihak Pertamina sebagai badan usaha yang ditunjuk untuk menyalurkan LPG bersubsidi dengan bermitra mulai dari SPPBE, Agen hingga Pangkalan.
“Mereka mitra pertamina dengan kontrol dan kendali pertamina itu sendiri, analisis dan investigasi kami titik point terakhir pendistribusian adalah di pangkalan, bukan di pengecer, namun faktanya subtansi agen dan pangkalan tidak tajam menyasar konsumen tepat sasaran, yang ada pasokan barang di pangkalan sering kosong dan justru banyak di pengecer”, tambahnya.
Berdasarkan data yang dipegang LBH SB, khusus untuk Kabupaten Sinjai bahkan jumlah pangkalan ratusan namun terkadang tiap kelurahan/desa Samar alias apakah di desa atau kelurahan tersebut ada atau tidak pangkalan? Apakah statusnya pangkalan atau pengecer? sementara alur distribusi barang terkadang tidak jelas sampai ke desa-desa teruntuk konsumen yang tepat sasaran.