KABARSINJAI – Wakil Ketua Umum Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhyidin Junaidi bahwa BPIH sebesar Rp105 juta sangat memberatkan calon jemaah haji.
Hal itu sekaitan dengan usulan awal Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1445 H/2024 M ke Komisi VIII DPR dengan rata-rata sebesar Rp105 juta oleh Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia.
“Sebenarnya real cost (biaya haji) sebesar Rp77 juta tapi karena jemaah haji hanya membayar Rp44 juta karena itu harus ada subsidi sebesar Rp33 juta,” terang Muhyidin.
Ia menambahkan kekurangan itu diambil dari bagi hasil dari masyarakat yang sudah membayar setoran awal sebesar Rp25 juta.
“Mereka ini sudah menaruh uangnya dan harus menunggu antrean 10 sampai 20 Tahun. Jadi uang setoran jemaah haji ini masih bisa menutupi sedikitnya.
Ia mengatakan paling ideal untuk menaikkan ongkos haji itu antara Rp70 juta sampai Rp75 juta.
“Jadi usulan biaya haji sebesar Rp105 juta sangat ketinggalan,” utara Muhyidin yang juga pengurus Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Muhyidin menjelaskan nanti usulan Kementerian Agama tentang ongkos haji ini akan dibahas bersama DPR, sehingga kita berharap DPR bisa menekan dalam pembahasannya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Hilman Latief mengakui usulan BPIH 2024 yang disampaikan Pemerintah ke DPR lebih tinggi dibanding biaya haji 2023.
Menurutnya, ada sejumlah faktor yang menjadi penyebab, antara lain kenaikan kurs, baik dolar AS maupun Riyal Arab Saudi, dan kenaikan penambahan layanan.
“Biaya Haji 2023, disepakati dengan asumsi kurs 1 USD sebesar Rp15.150 dan 1 SAR sebesar Rp4.040. Sementara Usulan Biaya Haji 2024 disusun dengan asumsi kurs 1 USD sebesar Rp16.000 dan 1 SAR sebesar Rp4.266,” jelas Hilman. (Poskota)