KABARSINJAI.COM, Sinjai – Direktur Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBH Masyarakat) Ricky Gunawan mengatakan, kebijakan hukuman mati era kepemimpinan Presiden Joko Widodo menyumbang angka golput di Pilpres 2019. Hal itu disampaikanya dalam jumpa pers di Kantor Amnesty Internasional, HDI Hive, Menteng, jakarta Pusat pada Rabu, 10 April 2019.
Menurut Ricky, para pembela kemanusiaan merasa kecewa karena pada Pemerintahan Jokowi jumlah eksekusi hukuman mati begitu banyak.
“Pada era kepemimpinan SBY yang dua periode saja tidak sebanyak di era Jokowi,” kata Ricky.
Data dari Komnas HAM menyebut, 3 tahun pemerintahan Jokowi, sudah 18 terpidana yang dieksekusi mati. Sementara 10 tahun SBY, ada 16 terpidana yang dieksekusi mati.
Ricky menjelaskan, jika Jokwi hendak memperbaiki citra dirinya, supaya angka golput bisa ditekan, dirinya mengajukan saran supaya Pemerintah Jokowi mendeklarasikan moratorium hukuman mati.
“Penghapusan hukuman mati akan menjadi legacy (warisan) bagi Pemerintahan Jokowi,” kata Ricky.
Selain itu, dirinya juga menyarankan beberapa perbaikan yang harus dilakukan Pemerintah Jokowi, seperti membenahi sistem peradilan di Indonesia supaya bersih dan adil.
Bom Waktu
Direktur LBH Masyarakat itu menjelaskan, jika Indonesia terus menerus melakukan vonis mati, tapi tidak diimbangi dengan eksekusinya, maka lambat-laun terpidana mati itu akan menumpuk.
“Akan diapakan jika ada begitu banyak terpidana mati. Dieksekusi secara masal tidak mungkin,” kata Ricky.
Ia juga melihat bahwa tidak ada masyarakat yang mempercayai bahwa kondisi sistem peradilan kita dalam keadaan baik-baik saja.
“Apakah pantas jika sistem hukum yang cacat itu diberi wewenang untuk menghukum mati,” kata Ricky.
Bagi Ricky, kepemimpinan yang kuat itu bukan menggandeng militer atau mengeberak meja, kepemimpinan yang kuat itu menggunakan kemanusiaan dan kompas moral dalam setiap tindakannya. Reporter: Yopi Makdori
Sumber: Liputan6 com [rnd]
Editor / Bahar